REVIEW + RESENSI "GARIS WAKTU" by Fiersa Besari [Sebuah Perjalanan Menghapus Luka]





Judul : Garis Waktu
Penulis : Fiersa Besari
Foto dalam buku : Fiersa Besari
Penerbit : Mediakita
Genre : Kumpulan Cerita
Tahun terbit : 2016
Halaman : iv + 212 halaman
Ukuran buku : 13x19cm
ISBN : 978-979-794-525-1
Harga : Rp 58.000
Rate : 🌟🌟🌟🌟
Blurb :

Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,
akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang
mengubah hidupmu untuk selamanya.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,
akan ada saatnya kau terluka dan kehilangan
pegangan.
Pada sebuah garis waktu yang merangkak maju,
akan ada saatnya kau ingin melompat mundur pada
titik-titik kenangan tertentu.
Maka, ikhlaskan saja kalau begitu.
Karena sesungguhnya, yang lebih menyakitkan dari
melepaskan sesuatu adalah berpegangan pada sesuatu
yang menyakitimu secara perlahan.


***


Sebelum proses pe-review-an, sekedar basa-basi, saya ingin menceritakan bagaimana awal mula saya mengenal sosok Fiersa Besari yang akrab disapa “Bung” ini.

Saya mengenal Fiersa Besari dari teman sekelas yang notabene penikmat sastra, tapi tidak maniak seperti saya. Dari namanya, saya mengira Fiersa Besari ini adalah sosok perempuan, dan ternyata ia adalah sosok laki-laki. Ok, jadi maafkan.

Nah, jadi teman yang mengenalkan Fiersa Besari pada saya ini punya 3 buku jebolan “Bung”. Awalnya, saya kurang menyukai buku-buku seperti ini. Bagi saya, yang notabene lebih maniak terhadap fiksi, membaca buku seperti ini terlihat menye. Namun, Fiersa seolah menampik kata “menye” tersebut dalam pikiran saya melalui karyanya.

Sekilas, saya membaca blurb dari Garis Waktu dan untuk pertama kalinya saya merasa excited terhadap buku semacam ini. Awalnya, saya kira ini adalah novel, tapi ternyata bukan. Menurut saya, ini lebih menjurus pada semacam prosa yang indah dengan alur yang sudah disusun sedemikian rupa; rapi.

Tulisan-tulisannya itu menarik dan mewakili apa yang sedang saya rasakan. Akhirnya, saya pun tertarik untuk meminjam dan membacanya di rumah. Di dalamnya, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama, sehingga membuat pembaca seperti diajak untuk masuk dalam dunia ciptaannya.

Okay, saya rasa cukup sekian basa-basinya dan silahkan simak review-annya.

Keep enjoy and happy reading, guys!


***


Garis Waktu merupakan buku pertama dari Fiersa Besari. Fiersa Besari sendiri adalah seorang penulis yang juga aktif bermain musik, penangkap gerak, dan pegiat alam.

Buku ini berisi rentetan cerita dengan format kumpulan surat yang merupakan uraian perasaan-perasaan tokoh aku (dirinya sendiri) pada  kau (wanitanya)  secara kronologis dari April tahun pertama hingga Maret tahun kelima. Ada 49 surat-surat pendek termasuk prolog dan epilognya, yang secara garis besar memuat curahan tentang perkenalan, kasmaran, patah hati, keikhlasan dalam melepaskan, dan berakhir dengan kenangan.

Dunia tokoh aku hanya berisi dengan tugas-tugas yang harus rela dibagi dengan jam tidur dan dengan rutinitas yang menurutnya monoton. Hingga pada akhirnya, sosok kau datang dan mengubah dunianya, juga memberi warna dalam hidupnya.


“Kau menjadi seseorang yang memorak-morandakan jagat rayaku. Dengan cara yang termanis, kau memintaku untuk merasakan dan mensyukuri segala hal yang cepat atau lambat akan berakhir.” [page 8]


Keduanya bertemu dengan cara yang sederhana. Tidak diceritakan secara pasti, dimana mereka bertemu dan apa yang mereka lakukan pada saat itu. Namun, melihat susunan kata demi kata dalam kalimatnya, membuat saya menyimpulkan bahwa mereka hanya duduk berdampingan di sebuah bangku panjang, entah di halte atau di tempat lainnya.


“Tanpa mau bertanggung jawab, kau tinggalkan aku termabuk sendirian. Jika kasmaran adalah narkotik, maka kau adalah bandarnya. Dan aku bagaikan pecandu yang rela menggadaikan jiwa demi menatap matamu sekali lagi.” [page 12]


Hubungan keduanya makin lama makin dekat dan makin erat. Tokoh aku merasa dirinya sudah dimabuk cinta akan tokoh kau. Ia berpikir jika dirinya menempati posisi istimewa di hati tokoh kau. Namun, ternyata pikirnya salah besar. Bukan tokoh aku yang berhasil menempati posisi menggiurkan itu, tetapi ada tokoh lain yang menempatinya, yaitu dia. Bagi tokoh kau, tokoh aku hanyalah sosok tempatnya berkeluh kesah, tidak lebih.


“Sekuat-kuatnya seseorang memendam, akan kalah oleh yang menyatakan. Sehebat-hebatnya seseorang menunggu, akan kalah oleh orang yang menunjukkan.” [page 33]


Lalu, di suatu waktu, tokoh dia meninggalkan tokoh kau, yang membuatnya terpukul dan berakhir dengan menangisinya. Tokoh aku dalam hati ingin sekali bertepuk tangan, bisa jadi ini kesempatan baginya untuk kembali mengambil sepotong hati tokoh kau.

Namun, niatnya urung karena sangat tidak etis jika harus berbahagia di atas penderitaan orang lain, pikirnya. Kemudian, tokoh kau mulai mencari penghilang rasa sakit di hati dan dengan sukarela tokoh aku menjadi pemeran pengganti yang selalu meredakan kemuraman hatinya.

Zona nyaman membuat tokoh aku lupa akan skenario pemeran pengganti dalam hati dan kehidupan tokoh kau. Tidak hanya itu, tokoh kau juga sama. Sehingga rasa nyaman dengan tanpa permisi hadir diantara keduanya. Selain itu, dengan perlahan hati kedua insan itu pun melebur secara bersamaan. Namun, itu bukanlah sebuah akhir dari kisah tokoh aku dan tokoh kau. Masih banyak perjalanan dan kisah-kisah yang harus mereka lalui di masa mendatang -yang jika saya ceritakan terlalu kepanjangan dan berujung pada spoiler-.

Jujur saja, banyak kalimat-kalimat indah yang sayang untuk dilewatkan di dalam buku ini. Karena banyak dan terlalu “ngena”, saya akan menuliskan beberapa kutipan favorit saya di bawah.


“Pelajari sebelum berasumsi. Dengarkan sebelum memaki. Mengerti sebelum menghakimi. Rasakan sebelum menyakiti. Perjuangkan sebelum pergi.” [page 133]


“Aku, biarlah seperti bumi. Menopang meski diinjak, memberi meski dihujani, diam meski dipanasi. Sampai kau sadar, jika aku hancur... kau juga.” [page 137]


“Beberapa orang berhenti menyapa bukan karena perasaannya berhenti; melainkan karena telah mencapai titik kesadaran untuk berhenti disakiti.” [page 155]


“Cinta bukan melepas, tapi merelakan. Bukan memaksa, tapi memperjuangkan. Bukan menyerah, tapi mengikhlas. Bukan merantai, tapi memberi sayap.” [page 207]


***


Dari semuanya saya menyukai banyak hal dari Garis Waktu milik Bung Fiersa Besari ini. Beberapa diantaranya yang mampu memikat hati saya adalah:

  1. Desain cover dan ilustrasinya tumblr banget, dengan background putih berhias poin-poin fotografi yang terkesan antik. Satu kata, unik!
  2. Tagline “Sebuah Perjalanan Menghapus Luka”, membuat siapapun yang pernah merasakan patah hati, dan gagal move on tertarik untuk membaca, termasuk saya wkwk.
  3. Pengolahan dan penyajian kata demi kata mampu mengaduk-aduk perasaan pembaca. Apalagi, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama sehingga membuat pembaca turut merasakan berperan di dalamnya.
  4. Alur yang digunakan adalah alur maju, karena buku ini menyajikan kisah kronologis kedua tokoh utama dari awal hingga akhir.
  5. Quotes-quotes yang disajikan sebagai penutup di setiap akhiran suratnya, mampu menyentil hati para pembaca. Disajikan secara singkat, tapi ngena banget dan berhasil membuat saya baper wkwk.
  6. Tidak melulu soal percintaan, di buku ini juga ada pesan-pesan tersirat maupun tersurat mengenai diri sendiri, keluarga, dan cita-cita. Memang tidak saya tuliskan di atas, karena pasti akan berujung spoiler. Jadi, biarkan saja kalian penasaran dan membeli buku fisiknya di toko buku terdekat.

Selain faktor-faktor pemikat di atas, ada juga beberapa hal yang menurut saya kurang pas, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Banyak mengandung kosa kata yang sulit saya pahami (ex. konstalasi, stagnansi, dsb) sehingga saya harus buka tutup KBBI agar mengerti maknanya. Tapi, ada baiknya juga yaitu bisa menambah wawasan saya terhadap kosa kata baru.
  2. Penggunaan alur maju membuatnya terkesan datar, kurang greget dan membosankan.
  3. Ada beberapa bagian yang terkesan dipaksakan untuk panjang dan puitis.
  4. Ada beberapa kata dan konjungsi yang kurang tepat. Itu menurut saya pribadi ya.

Over all, saya menyukai buku ini karena banyak mengandung quotes yang bisa mewakili perasaan saya. Saya merasa sudah terlanjur jatuh cinta pada buku  ber-tagline “Sebuah Perjalanan Menghapus Luka” ini. Buku ini sangat direkomendasikan untuk teman-teman yang pernah patah hati dan masih stuck sama masa lalu, serta pecinta quotes-quotes baper.

Okay, jadi saya rasa rate 4 bintang cukup untuk Garis Waktu karya Fiersa Besari ini. Review, rate dan semuanya bersifat subjektif ya.


Thank you.


“Nyatakan perasaan, hentikan penyesalan, maafkan kesalahan, tertawakan kenangan, kejar impian. Hidup terlalu singkat untuk dipakai meratap.” [page 171]

2 comments:

  1. Serunya membaca sambil ngopi, beberapa tempat di jogja yang cocok untuk kamu..banyak teman-teman saya betah berlama-lama di tempat tersebut. gak percaya? cek websitenya

    http://bulubook.com/rekomend/membaca-sambil-ngopi-cafe-di-yogyakarta-ini-cocok-untuk-kamu/

    ReplyDelete
  2. Latar tempat dan waktunya gimana kak ?

    ReplyDelete