,

REVIEW + RESENSI NOVEL "THE FEELINGS" by Vanilla Metzy [Sebuah Rasa Yang Pernah Ada]




Judul  : The Feelings
Penulis : Vanilla Metzy
Penerbit : Best Media
Genre : Fiksi Remaja
Halaman : 360 halaman
Tahun terbit : 2016
ISBN : 978-602-6940-39-1
Harga : Rp 82.000
Rate : 🌟🌟🌟🌟
Blurb :

Denovano Dirta Derova adalah siswa SMA yang banyak kita temui di sekolah-sekolah lain. Badboy? Most-Wanted? Cool? Tampan? Karisma yang tinggi? Fans? Semua ada pada Denovano.

Hidup Deno sebelumnya datar dan tidak ada yang menarik. Hal tersebut lantas membuatnya menjadi pribadi yang sedikit dingin juga tidak banyak berbicara. Tetapi sebelum pertemuannya dengan cewek polos dan cerewet di sebuah pusat perbelanjaan yang membuatnya harus banyak berbicara menghadapi sikap cewek tersebut. Apakah yang terjadi pada Denovano selanjutnya?


***


Sebelum review, seperti biasalah, mari kita berbasa-basi dulu.

Ok, jadi awal mula tau “The Feelings” ini dari hasil rekomendasi teman sekelas saya. Dia pinjam ke temennya, lalu spoiler ke saya. Cukup lama merekomendasikannya, kalo nggak salah pas saya kelas 10 dan baru kesampean baca sekarang -pas kelas 11-. Maklumlah, ini novel pinjem, jadi harus antri dulu sama yang lain wkwk.

Cukup segitu aja, basa-basinya ya? Langsung saja, mari baca review-nya.


***


Denovano Dirta Derova atau yang biasa dipanggil Deno adalah anak dari pemilik sekolah. Ia menjadi sorotan murid-murid SMA Perwira setiap harinya. Deno memiliki 3 sahabat, yaitu Dimas, Ariz, dan Putra. Banyak siswa yang menyebut mereka adalah geng. Namun, bagi Deno mereka bukanlah geng, melainkan sahabat.

Sebenarnya, ada 3 kelompok lain selain kelompok Deno yang terkenal di SMA Perwira. Pertama, kelompok Deva, yang beranggotakan Deva, Gio, Rian, dan Rizky. Berbeda dengan Deno, Deva malah menganggap perkumpulan mereka tersebut sebagai geng. Kedua, kelompok Audina yang beranggotakan Audina, Caca, Alya, dan Nera. Terakhir, kelompok Poppy yang selalu bertengkar dengan kelompok Audina dan seisi sekolah juga mengetahui peperangan sengit di antara mereka yang tidak pernah berakhir.

Sama halnya dengan Audina dan Poppy, peperangan sengit juga terjadi antara Deno dan Deva. Seisi sekolahpun juga mengetahui bahwa mereka telah berperang dingin sejak kelas X. Deva yang selalu memancing kemarahan Deno dan hanya ditanggapi dengan acuh tak acuh oleh lawannya.

Awalnya, kehidupan yang Deno jalani sangatlah datar. Hingga sebuah kejadian konyol dan memalukan terjadi ketika ia menjemput adiknya, yaitu Alya di sebuah pusat perbelanjaan. Kejadian tersebut membuatnya mau tak mau harus mengenal sosok Audina Scerava Fellano, gadis polos dan cerewet.


“Maaf, gue salah mobil—mobil lo sama mobil abang gue sama,” [page 15]


Semenjak kejadian memalukan itu, Audina kerap kali hadir untuk memberi warna pada hidup Deno. Audina yang ceroboh dan tidak hati-hati seringkali merepotkan Deno. Deno sendiri tidak tahu, alasan mengapa ia selalu muncul dan membantu Audina. Yang pasti, Deno dengan sikap jutek nan dinginnya sebisa mungkin menepis rasa pedulinya terhadap Audina. Namun, hati kecilnya selalu saja memberi penolakan.


“Ingat, Deno, berhenti peduli!” [page 65]


Audina mendesak Deno agar mau menerimanya sebagai seorang teman. Deno mengatakan bahwa rasa percayanya dihancurkan oleh seseorang. Dengan senang hati, Audina menawarakan diri dan meminta izin pada Deno untuk membangun kembali rasa kepercayaannya.


“Kalau kepercayaan lo udah hancur, gue boleh gak, No, ngebuktiin ke lo kalau gue bisa--” Dina menarik napasnya, lalu membuangnya secara perlahan, “—ngebuat lo percaya sama gue?” [page 80]


Hari demi hari terlewati. Kedekatan Deno dengan Audina semakin erat tetapi hanya sebatas teman. Namun, Audina menyadari satu hal, bahwa ia memiliki perasaan lebih terhadap Deno. Bukan hanya Audina, Deno pun juga merasakan desiran aneh yang datang saat ia berada di dekat Audina.


“Gak seharusnya gue cemburu sama Deno. Gue kan cuma temen yang berusaha ngebuat rasa percaya Deno tumbuh lagi. Udah, itu aja.” [page 104]


Saat Audina mulai berhasil menumbuhkan kepercayaan dalam diri Deno, di saat itu pula orang yang telah mengahancurkan kepercayaannya kembali hadir dalam kehidupan Deno. Hidup Deno yang berangsur-angsur mulai membaik kala kedatangan Audina, kembali terusik. Ditambah dengan sebuah rahasia besar yang sekian lama disembunyikan oleh Deno terungkap dan secara otomatis memengaruhi kedekatan hubungannya dengan Audina.


“Jangan dengerin apa kata mereka. Mereka cuma iri sama kita. Kalau ada berita negatif, kita selesain sama-sama. Kalau ada masalah, cerita sama gue. Mungkin Cuma itu yang bisa gue lakuin buat lo. Buat kita.” [page 238]


Dalam perjalanan hidup memang selalu datang masalah yang senantiasa menghalangi langkah kita menuju ke depan atau bahkan mungkin menghancurkan dan memporak-porandakan tujuan hidup kita. Jika berhasil menyelesaikannya, mungkin kita dapat bersantai sejenak, tapi bukankah roda kehidupan itu selalu berputar dan masalah-masalah baru pasti akan datang silih berganti? Bagaimana jika masalah itu datang dari orang terdekat yang mengharuskan keduannya untuk berpisah dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan?


“Apa lo sadar kalau gue mulai menjauh dari jangkauan lo, De?” [page 277]


Suatu kenyataan pahit harus dihadapi oleh Deno dan Audina. Sekeras apapun keduanya menolak kenyataan tersebut, sebuah keputusan yang tepat harus segera diambil. Deno yang tiba-tiba pergi ke luar negeri harus berjauhan dengan Audina.


“Lo yang ngebuat rasa percaya gue tumbuh lagi, dan sekarang lo yang ngerusak rasa percaya gue dengan mudahnya.” [page 293]


Deno pergi tanpa memberi alasan yang jelas kepada Audina. Ditambah lagi dengan kesan terakhir Audina pada Deno sebelum kepergiannya ke luar negeri yang terbilang buruk, bahkan sangat buruk membuat Audina semakin terpuruk.


“Kesan terakhir lo buruk banget sama Deno,” sambung Ariz. [page 307]


Siang berganti malam, hari berganti hari, tahun berganti tahun. Tidak terasa, sudah 2 tahun Audina dan Deno berjauhan, yang membuat keduanya stress sendiri. Deno dengan kehidupannya yang baru, begitu pula dengan Audina. Namun, meski telah memiliki kehidupan yang baru, keduanya sama-sama tidak bisa menghapus masa lalu. Hingga pada akhirnya, Tuhan kembali mempertemukan keduanya di sebuah acara yang diselenggarakan oleh sahabatnya.


“I don’t know why I’m so afraid to lose you, when you’re not even mine.” [page 310]


Ini bukanlah akhir dari segalanya. Bukan sebuah akhir dari kisah Deno dan Audina. Masih banyak kelanjutan kisah keduanya yang masih harus kalian baca. Lantas, bagaimanakah kelanjutan kisah mereka setelah dipertemukan kembali? Masihkah sama seperti sedia kala? Atau sudahkah berubah seiring berjalannya waktu?


“Jika kamu mengambil sebuah keputusan yang mampu membuatmu terluka demi seseorang yang berharga di dalam hidupmu, maka kebahagiaanmu yang sempat tertunda akan mengahampirimu dengan cara yang tak terduga.” [page 345]


***


Di bagian awal ceritanya, kelihatan klise banget. Tapi, ketika sudah memasuki bagian konflik, WOW! It’s an amazing fiction story, karena karakter tokoh makin kuat. Konfliknya juga nggak seberat rindu yang kayak kata Dilan, sehingga nggak memusingkan pembaca. Penyuguhan dialog antar tokohnya juga easy-reading, terutama dialog sahabat-sahabatnya Deno yang “najisin”. HAHA!


“Gue kira lo kaya Hekal, kerasukan setan karena pipis sembarangan!” [page 20]


Selain itu, gaya penulisannya “jaman now” banget alias nggak baku, sehingga nggak ribet buat berimajinasi. Meskipun ditulis, saya masih bisa membayangkan chemistry antara dua tokoh utamanya. Terdapat quotes-quotes sebagai pembukaan di beberapa bab-nya. Dari segi fisik, covernya cukup simple dan menarik. Warnanya biru dan ada kesan abstrak-abstraknya gitu.

Di sisi lain, masih ada suatu hal yang disayangkan dari novel ini. Nggak banyak sih, hanya satu saja, yaitu masih ada beberapa pengulangan kata yang membuat kalimatnya terlalu bertele-tele. Namun, itu tidak menjadi penghalang bagi pembaca dalam menikmati novel ini. Terbukti, saya masih bisa meneteskan air mata dan berkeinginan mencakar wajah seseorang karena geregetan.

Jadi, rate 4 saya rasa cucok meong buat novel karya Vanilla Metzy ini.

Tetaplah menjadi generasi muda bangsa Indonesia yang suka membaca!

Terima kasih sudah menilik tulisan ini.

1 comment: