,

REVIEW + RESENSI NOVEL "HELLO SALMA" by Erisca Febriani [Bukan Sekedar Cinta Monyet]




Judul : Hello, Salma
Penulis : Erisca Febriani
Penerbit : Coconut Books
Genre : Fiksi Remaja
Halaman : 384 halaman
Tahun terbit : 2018
ISBN : 978-602-5508-23-3
Harga : Rp 95.000
Rate : 🌟🌟🌟🌟
Blurb :

“Kata ‘putus’ sedemikian gampangnya keluar dari mulut kamu? Emang saya yang terus berjuang, tapi yang diperjuangin juga jangan seenaknya.” Itu kalimat terakhir yang keluar dari bibir Nathan setelah tahu Salma dengan mudah memutuskan hubungan mereka. Merasa kalau perjuangan cintanya tidak dihargai Salma, Nathan memilih pergi dan pindah ke sekolah baru karena sebuah masalah.

Kehidupan Salma sepeninggal Nathan pun terasa membosankan dan melelahkan, apalagi orangtuanya menuntut dia untuk selalu belajar agar masuk fakultas kedokteran seperti yang diinginkan ayahnya.

Sementara itu, di sekolah baru, Nathan bertemu dengan seorang gadis tertutup korban perundungan akibat status-status menyedihkan yang ditulisnya di media sosial. Rebecca, gadis itu mengingatkannya pada ibunya. Dia bertekad menyelamatkan gadis itu dari keterpurukan.

Bagaimana kisah Salma dan Nathan selanjutnya? Apakah takdir akan menggariskan tangan mereka kembali bertautan atau justru berbalik arah?


***


Halo, mbak author kembali menyapa dengan membawa segudang kebahagiaan wkwk.

Kali ini, saya mau kupas lengkap tanpa sisa novel best seller karya Erisca Febriani yang merupakan sequel dari Dear, Nathan. Apakah itu? Yup! Hello, Salma.

Sebelum menginjak bagian review, saya mau ngucapin terima kasih kepada salah satu online book store di Instagram (@pokenbooks) yang sudah ngirim paket novel ini ke rumah. Readers ku tercinta, bisa ubek-ubek akun Instagram @pokenbooks (tanpa tanda ‘@’) kalau pengen banget beli novel fisik yang original. Dijamin puas, karena packaging-nya rapi banget, dibungkus kertas kado, jadi udah kek kiriman gift dari si doi wkwk.

By the way, Hello Salma ini sudah dijadiin film. Gimana? Kalian sudah nonton belum? Kalo saya, jujur, belum nonton. Sebenernya, sudah ada niatan buat nonton, tapi nggak ada waktu luang (*sesibuk itukah saya? wkwk). Eh, pas sudah ada waktu luang, malah film-nya sudah nggak ada di bioskop. Kan jadi kesel dan ingin mengumpat, tapi ngak tau ke siapa:(

Okay, sebenernya, review Hello, Salma ini niatnya di-publish sebelum film-nya tayang. Tapi, karena ke-mager-an yang hakiki, baru bisa publish sekarang, dan tentunya setelah film-nya tayang. Astagaaaaa, maafkan saya yang nggak sesuai jadwal update dan tukang PHP ini, wahai para readers yang budiman (*heh, tapi yang penting ini udah publish kan? meskipun barusan. Jadi, cabut kata tukang PHP itu ya, haha)

Saya kira, cukup sekian basa-basi dan curhatnya.

Mari mulai review-nya.

Selamat membaca.


***


Cerita dibuka dengan ilustrasi visual dari dua tokoh utama, yaitu Nathan dan Salma. Sengaja nggak saya foto, biar kalian penasaran. Silahkan beli di toko buku offline maupun online untuk lebih jelasnya ya.

Kemudian dilanjut dengan adegan percekcokan antara Nathan dengan Dimas -anak kelas 11- di kantin belakang sekolah. Dimas yang lebih dulu memancing emosi Nathan dengan membawa-bawa nama Salma. Nathan yang tidak terima, lantas dengan gagahnya berdiri dan meninju Dimas habis-habisan.

Kejadian di kantin belakang sekolah menjadi viral dan Nathan harus menghadap Kepala Sekolah dengan ditemani beberapa temannya, Ayahnya, Ibu Dimas, serta Dimas sebagai saksi. Ibu Dimas menuntut Nathan untuk bertanggung jawab atas luka lebam yang ada di wajah anaknya. Ia juga hendak melaporkan Nathan ke pihak berwajib tatkala Nathan tidak ingin meminta maaf. Ayah Nathan yang hendak meminta maaf pun dilarang olehnya. Bagi Nathan, kejadian ini bukanlah salah dirinya. Ia tidak akan menghabisi Dimas jika ia tidak mencari gara-gara duluan dengannya.

Memangnya, apa sih yang dilakuin Dimas sampai Nathan tega membuat banyak jejak kebiruan di wajahnya? Apakah karena ada sangkut-pautnya dengan Salma? Yuk, baca novel fisiknya.


“Saya akan minta maaf kalau memang saya yang bersalah, tapi posisinya di sini dia yang salah. Saya lebih memilih pindah sekolah daripada minta maaf sama Dimas.” ... “Saya bersedia pindah, kalau itu memang keputusan finalnya,” [page 15]


Berita mengenai ulah Nathan akhirnya sampai ke telinga Salma. Bukan dari Nathan yang bercerita, melainkan Afifah -teman Salma yang doyan gosip dan sekelas dengan Nathan-. Entah apa yang ada di pikiran Salma saat itu, yang pasti dia menyalahkan dan serta merta mengungkit masa lalu Nathan atas kejadian itu. Hal tersebut sukses menohok hati Nathan, luka lamanya kembali terbuka, dan penyebabnya kali ini adalah Salma.


“Iya! Saya yang salah, saya emang selalu salah. Dari dulu selalu gitu, kamu nggak pernah mau dengerin saya. Kamu selalu menyimpulkan semuanya sendirian.” ... “Yang namanya pacaran itu harus saling ngerti satu sama lain, jangan egois.” [page 31]


Seperti dihujani oleh bom atom, perkataan Nathan tersebut nyatanya malah mendapat respon tak mengenakkan dari Salma. Salma ingin mengakhiri hubungannya dengan Nathan. Nathan sendiri kaget, dengan apa yang diucapkan oleh Salma. Jadi, readers ku tercinta, sebenarnya apa yang mendasari putusnya hubungan Nathan dan Salma ini? Benarkah hanya karena kejadian di sekolah yang menyangkut Nathan dan Dimas?


“Oke, kalau itu memang mau kamu. Saya nggak bisa maksa, daripada buat kamu nangis dan kecewa terus-terusan cuma karena satu cowok berengsek ini.” [page 32]


Salma bukanlah tipikal orang yang bisa menyembunyikan sebuah masalah. Bisa sih, tapi dia nggak sepintar dan se-ahli yang kalian kira. Akhirnya, Salma menceritakan masalahnya dengan Nathan kepada tiga orang sahabatnya, yaitu Rahma, Afifah, dan Meysha. Ketiga sahabatnya itupun berusaha menenangkan Salma. Mereka tidak ingin Salma terlalu memikirkan hal itu dan menyebabkan nilainya menurun.

Ternyata, Nathan merealisasikan ucapannya ketika di ruang Kepala Sekolah tempo hari. Ia memutuskan untuk pindah sekolah. Ia memilih SMA Taruna sebagai tujuannya. Tidak butuh waktu lama bagi Nathan untuk bisa beradaptasi dengan suasana baru disana. Sifatnya yang memang supel membuatnya langsung memiliki banyak teman.

Berbeda dengan Salma. Gadis pintar yang bawaannya selalu serius itu mulai merasakan ‘kehilangan’ atas kepergian Nathan dalam hidupnya. Nathan yang humoris, namun memiliki sisi romantis mampu membuat warna-warni hidup Salma. Itu dulu, sekarang sudah tidak lagi.

Mengingatnya, hati Salma seolah teriris. Hanya Nathan yang bisa membawanya jalan-jalan keliling kota ketika ia bosan dengan tumpukan soal-soal. Hanya Nathan yang bisa membuatnya tertawa dikala ia merasa tertekan akibat tuntutan dari ayahnya untuk selalu belajar. Kini, kehilangan Nathan membuat hidupnya gamang. Nathan yang menjadi rumah baginya ketika ia tersesat kini telah menghilang. Ya, Salma kehilangan rumahnya untuk pulang. Demi membunuh rasa bosan, kesepian dan kehilangannya itu, Salma memiliki cara lain, yaitu bermain-main dengan aksara.


“Menulis adalah caranya menuangkan emosi dan ekspresi. Dia bukan seseorang yang pintar dalam bersuara, maka tulisan adalah cara paling bijaksana menuangkan perasaan.” [page 52]


Tanpa Nathan, hidup Salma kelabu. Apalagi, ketika ayahnya meminta Salma agar mengundurkan diri dari anggota marching band karena dinilai kurang bermanfaat dan menggantinya dengan bimbel. Harapannya cukup klise, agar Salma bisa lolos SNMPTN UI Jurusan Kedokteran dan bisa menjadi dokter, seperti yang ayahnya inginkan. Sepulang sekolah, ia harus mengikuti bimbel. Belum lagi ketika di rumah, ia masih saja disuguhkan dengan tumpukan berbagai macam model soal-soal latihan, buku penunjang untuk pendalaman materi, dan lainnya yang berbau pelajaran.

Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, Salma ingin sekali berontak. Berontak dalam artian ia ingin mengungkapkan apa yang dirasakannya. Ia tidak ingin terus-terusan dikekang. Ia ingin bebas. Bebas dalam menentukan masa depan dan mimpinya melalui bakat yang ia miliki, tanpa harus dikomando oleh kedua orangtuanya. Sayangnya, Salma adalah anak yang penurut. Ia tidak bisa membantah ucapan orangtuanya, meski ia ingin. Yang bisa ia lakukan adalah mengalah.


“Mengalah entah untuk kesekian juta kali, sekalipun hatinya patah, retak, dan terluka.” [page 117]


Kembali lagi ke Nathan. Nathan memanglah tipikal anak badung, yang seharusnya dihindari. Namun, dibalik sikapnya itu, ia adalah sosok yang bisa memotivasi dan membangkitkan semangat hidup ‘seseorang’. ‘Seseorang’ itu adalah Rebecca, korban bullying verbal di sekolah. Bukan tanpa alasan, ia di-bully karena dinilai sangat lebay karena status-status yang ditulisnya di sosial media. Hal tersebut membuatnya depresi dan seringkali mencoba untuk bunuh diri.

Bertemu dengan Rebecca membuat Nathan seperti melihat kilas balik ibunya. Oleh sebab itu, ia ingin membantu Rebecca melawan keterpurukannya. Awalnya, kehadiran Nathan ditolak mentah-mentah oleh Rebecca. Namun, karena merasa nyaman dan aman ketika bersama Nathan, Rebecca akhirnya berniat untuk bangkit.


... To you, the strongest people ever created. Just remember, you are loved.” [page 181]


Rebecca yang mulanya pemurung, sekarang menjadi sosok yang pintar dan aktif. Ia berhasil lolos SNMPTN di Universitas Negeri Jakarta, jurusan Ilmu Psikologi. Ia bahkan mendirikan sebuah komunitas bernama “Love Yourself” yang diperuntukkan untuk mereka-mereka yang mengalami depresi. Ngomongin soal SNMPTN, apakah Salma lolos?

Ok, lanjut ya. Komunitas Love Yourself itu ternyata menjadi media yang mempertemukan dua insan yang kisah cintanya belum terselesaikan. Siapa mereka? Yup, mereka adalah Nathan dan Salma.

Bukan hanya itu, komunitas cetusan Rebecca itu ternyata mempertemukan Nathan dengan sosok laki-laki bernama Ridho. Lebih tepatnya, Nathan mengira laki-laki itu adalah pacar Salma. Sebaliknya, Salma malah mengira jika Rebecca adalah pacar Nathan. Apakah ini hanya salah paham? Siapakah Ridho itu? Kok bisa sih, Nathan dan Salma ketemu di komunitas itu? Apakah mereka berdua merupakan anggota komunitas itu? Jika iya, apa yang menjadi alasan keduanya masuk ke komunitas itu? Benarkah mereka berdua depresi akibat berakhirnya hubungan yang telah dijalani? Apakah ada alasan lain?

Lalu, bagaimanakah hubungan Nathan-Salma? Masihkah Tuhan memberikan kesempatan keduanya untuk menyelesaikan hingga akhir? Bagaimana dengan sosok Rebecca dan Ridho? Apakah mereka berniat untuk menjadi penghalang hubungan Nathan-Salma? Bagaimana akhir dari semuanya? Happy atau sad ending? Simak kisah lengkapnya hanya di novel wkwk.


“Cerita mereka berdua akan ditulis ulang, dengan ending yang belum ditentukan ujungnya. Bisa jadi memang berjodoh, atau mungkin... dipisahkan di ujung jalan. Biar nanti Tuhan dan semesta yang menentukan.” [page 378]


***


WARBYASAH! Serius ini di luar dugaan banget. Kak Eris terdeteksi punya hobi baru. Ho’oh, hobinya doyan jungkir balik perasaan orang. Sebenernya sih ya, ini novel karya Kak Eris ketiga yang pernah saya baca.

By the way, ini kenapa jadi malah ngebacot ya? Harusnya kan udah mulai milah-milah keunggulan dan kelemahan novel, ye kan? Oke-oke, mohon bersabar. Saya jeda dengan “enter” dulu untuk paragraf baru.

Done.

Sekarang, saatnya mengisi kategori keunggulan dari novel ini ya, readers-ku tercinta. Apa saja keunggulan novel Hello, Salma ini? Jawabannya ada di bawah ini :


  • Cover-nya simple dengan nuansa putih-biru. Font judul juga pas benget, ditambah aksen pesawat kertas warna biru yang kalo menurut saya sih sebagai gambaran dari surat yang berisi celotehan Nathan.
  • Alur ceritanya jelas banget. Jadi, sekali baca langsung nyambung dan nggak perlu ngulang-ngulang biar ngerti.
  • Penggambaran tokoh-tokohnya juga seakan-akan mampu menghidupkan cerita, meskipun nggak di-deskripsikan secara detail.
  • Gaya bahasa dan penulisannya juga nggak kaku. Jadi, feel-nya dapet banget gitu. Apalagi yang pas bagian mewek-mewek, kalian bisa ngerasain tuh seakan-akan jadi pemerannya. Keren nggak tuh?
  • Konfliknya ringan, dan remaja banget. Jadi, nggak belibet buat diikutin dan nggak akan bikin ngantuk.
  • Ada banyak pesan-pesan tersirat dan tersurat di dalamnya, yang bisa dijadikan motivasi atau penyemangat dalam hidup kita di dunia nyata yang terkadang pahit ini.
  • Selain itu juga ada informasi penting yang sangat dibutuhkan oleh pelajar yang menempuh jenjang akhir SMA (Kelas 12), yaitu mengenai SNMPTN, SBMPTN, dan Mandiri.
  • Petikan-petikan yang ada dalam dialog dan juga narasinya mampu membuat pembaca terbawa perasaan. Ini direkomendasikan bagi kalian yang doyan banget snapping quotes-quotes. Singkat saja, ini itu quote-able banget.
  • Ada tambahan gambar ilustrasi dua tokoh utama di beberapa part khusus yang mendukung adegan di dalamnya. Sehingga nggak terkesan monoton karena melulu berisi rentetan aksara. Jadi, kalian bisa berimajinasi dan nggak akan bosen.

Pernah dengar pepatah “Sempurna hanya milik Tuhan”? Sepertinya pepatah itu juga berlaku untuk novel Hello, Salma ini. Di samping kaya akan keunggulan, novel ini juga memiliki beberapa kelemahan. Nggak banyak sih, tapi ada beberapa, seperti :


  • Masih ada some typos. Maaf, saya lupa typo-nya ada di halaman berapa. Jadi, nggak bisa kasih contohnya. Tapi, it’s okay, karena nggak mengganggu atau merusak cerita.
  • Penempatan tanda baca kurang tepat. Kalo di poin ini, murni dari pandangan saya ya. Saya memang bukan seorang sastrawan atau ahli sastra yang paham akan penempatan tanda baca yang tepat itu gimana.
  • Masih ada penggunaan kata yang kurang pas, sehingga mengakibatkan penumpukan kata atau pengulangan kata. Sehingga terkesan kalimat itu tidak efektif.

Dari ketiga poin itu, it’s okay sih sebenernya. Typo, tanda baca, dan pengulangan kata-nya itu nggak mengganggu atau merusak imajinasi kalian ketika baca. Intinya, meskipun ada kesalahan dalam penulisan, kalian tetep bisa menikmati bacaan ini. Tim editor juga pasti sangat meminimalisir terjadinya kesalahan penulisan seperti itu. tapi ya gimana lagi, maklumin aja. Toh, tim editor kan juga manusia, yang tidak luput dari kesalahan dan bukanlah robot yang bisa 24 jam non stop bekerja tanpa lelah.

Jadi, bintang 4 sepertinya cucok meong untuk cerita ini. Sejauh saya membaca tumpukan novel fiksi remaja, Hello, Salma ini yang paling keren. Novel ini menurut saya berbobot banget. Meskipun tetap nonjolin cerita romansa, tambahan tentang dunia perkuliahan dan perjuangan untuk menempuh tes, serta mengenai depresi disajikan dengan detail, jelas, dan apik.

Nggak heran dong, kalo film ini juga worth it to watch. Jadi, siapa nih, diantara para readers-ku yang sudah nyempatin waktunya nonton Hello, Salma? Gimana ceritanya? Bagus nggak? Harus bagus dong ya. Kan novelnya masuk dalam jajaran kategori “best seller”. Kuy, yang sudah nonton film-nya, boleh dong, sharing di kolom komentar. Yang pasti, dilarang spoiler ya.

Oiya, penilaian bersifat objektif dan SAMA SEKALI tidak memiliki niatan untuk menjatuhkan atau membandingkan penulis.

By the way, buat kalian yang bener-bener penasaran level infinity sama cerita ini, dan ketinggalan alias nggak nonton filmnya, silahkan beli di toko buku terdekat atau online book store langganan. Jika ingin menghemat, silahkan meminjam ke teman atau perpustakaan. Yang penting, jangan beli novel atau e-book bajakan ya. Tolong hargai penulisnya.

Sekedar tambahan, mungkin kalian bisa baca novel Hello, Salma ini sekalian play Love Myself yang dinyayiin BTS dalam album Love Yourself : Answer. Alasannya, nggak jauh-jauh dari komunitas "Love Yourself" yang menangani depresi dalam novel ini. Dalam lagu BTS itu, kita dituntut untuk mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain.

Terima kasih sudah membaca.

Silahkan tinggalkan jejak dengan membubuhkan komentar sebagai penyemangat saya untuk terus menuliskan review.

“Hidup akan terasa lebih bebas apabila ditertawakan.” [page 118]

4 comments:

  1. Bagus sekali reviewnya :)
    Udah kayak professional soal ngereview novel ya kakak ��
    Pasti aslinya orangnya cantik,lucu, dan manis ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo, junkook? jungkook kali maksudnya ya wkwk.
      saya masih newbie soal mereview ya hehe, tapi mohon doa dan dukungannya saja, biar bs seprofesional yg kamu pikirkan❤
      terima kasih sudah komentar, jangan lupa selalu cek blog ini ya:) dan jangan lupa komentar juga wkwk, biar saya semangat updateπŸ˜‹ btw, kalo nggak cantik, manis, lucu jaemin ngga akan mau lah heheh

      Delete
  2. Kereenn tibak e tulisan e mbak gemm ikiiπŸ’–πŸ’–πŸ’–

    ReplyDelete